suara ilham

semoga Allah memberikan keberkahan hidup bagi yang beramal shaleh karena Allah

SELAMAT DATANG DIPORTAL THALIBUL ILMI SYAR'I

ANDA INGIN MOBIL BARU HUBUNGI GUE

jagalah hati jangan kau nodai dengan kepentingan duniawi.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 11 September 2011

hati

jagalah hati jangan kau nodai karena akan berpengaruh terhadap kinerja dakwah

Selasa, 06 September 2011

khutbah nikah


Nasihat Perkawinan
KATA PENGANTAR
Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam.
Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Islam mengajarkannya.
Nikah merupakan jalan yang paling bermanfa'at dan paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan, karena dengan nikah inilah seseorang bisa terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah. Oleh sebab itulah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendorong untuk mempercepat nikah, mempermudah jalan untuknya dan memberantas kendala-kendalanya.
Nikah merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis dalam diri manusia, demi mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari persilangan syar'i tersebut sepasang suami istri dapat menghasilkan keturunan, hingga dengan perannya kemakmuran bumi ini menjadi semakin semarak.
Melalui risalah singkat ini. Anda diajak untuk bisa mempelajari dan menyelami tata cara perkawinan Islam yang begitu agung nan penuh nuansa. Anda akan diajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi masa lalu yang penuh dengan upacara-upacara dan adat istiadat yang berkepanjangan dan melelahkan.
Mestikah kita bergelimang dengan kesombongan dan kedurhakaan hanya lantaran sebuah pernikahan ..?
Na'udzu billahi min dzalik.
Wallahu musta'an.
MUQADIMAH
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral.
Karena lembaga itu memang merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya Bani Adam, yang kelak mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan kedamaian dan kemakmuran di bumi ini. Menurut Islam Bani Adam lah yang memperoleh kehormatan untuk memikul amanah Ilahi sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat : "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata : "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?. Allah berfirman : "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Al-Baqarah : 30).
Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. 'Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci (MITSAAQON GHOLIIDHOO), sebagaimana firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat". (An-Nisaa' : 21).
Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di dalamnya, khususnya suami istri, memelihara dan menjaganya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.
Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan perkawinan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci dan detail.
Selanjutnya untuk memahami konsep Islam tentang perkawinan, maka rujukan yang paling sah dan benar adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah Shahih (yang sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih -pen). Dengan rujukan ini kita akan dapati kejelasan tentang aspek-aspek perkawinan maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai perkawinan yang terjadi di masyarakat kita.
Tentu saja tidak semua persoalan dapat penulis tuangkan dalam tulisan ini, hanya beberapa persoalan yang perlu dibahas yaitu tentang : Fitrah Manusia, Tujuan Perkawinan dalam Islam, Tata Cara Perkawinan dan Penyimpangan Dalam Perkawinan.

PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta'ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fithrahnya.
Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam.
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (Ar-Ruum : 30).
A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi". (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim).
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras". Dan beliau bersabda :
"Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat". (Hadits Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban).
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya .... Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :
"Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku". (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang. Kata Syaikh Hussain Muhammad Yusuf : "Hidup membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab".
Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun ketaqwaan mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan.
Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah.
Islam menolak sistem ke-rahib-an karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan kodrat Allah Ta'ala yang telah ditetapkan bagi makhluknya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim, dan manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang dikaruniakan Allah, misalnya ia berkata : "Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!".
Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firman-Nya:
"Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui".
(An-Nur : 32).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya :
"Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya". (Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu Hurairah radliyallahu 'anhu).
Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan mereka anti membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.
Ibnu Mas'ud radliyallahu 'anhu pernah berkata : "Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui Allah sebagai seorang bujangan". (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul 'Arus hal. 20).
TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Di tulisan terdahulu [bagian kedua] kami sebutkan bahwa perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari'atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :
"Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim". (Al-Baqarah : 229).
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari'at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
"Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui ". (Al-Baqarah : 230).
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal :
a. Harus Kafa'ah
b. Shalihah
a. Kafa'ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu' (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.
Menurut Islam, Kafa'ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa'ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat taqwanya (Al-Hujuraat : 13).
"Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". (Al-Hujuraat : 13).
Dan mereka tetap sekufu' dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka". (Hadits Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175).
b. Memilih Yang Shalihah
Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih.
Menurut Al-Qur'an wanita yang shalihah ialah :
"Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)". (An-Nisaa : 34).
Menurut Al-Qur'an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :
"Ta'at kepada Allah, Ta'at kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahram, Ta'at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta'at kepada suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya".
Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : "Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?" Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : "Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :"Ya, benar". Beliau bersabda lagi : "Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !". (Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-168 dan Nasa'i dengan sanad yang Shahih).
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
"Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?". (An-Nahl : 72).
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.
Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak "Lembaga Pendidikan Islam", tetapi isi dan caranya tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.
Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
TATA CARA PERKAWINAN DALAM ISLAM
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq 'alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi).
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
c. Adanya Mahar.
d. Adanya Wali.
e. Adanya Saksi-saksi.
Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.
3. Walimah
Walimatul 'urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya
diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". (Hadits Shahih Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah).
Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang taqwa". (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu Sa'id Al-Khudri).
SEBAGIAN PENYELEWENGAN YANG TERJADI DALAM PERKAWINAN YANG WAJIB DIHINDARKAN/DIHILANGKAN
1. Pacaran
Kebanyakan orang sebelum melangsungkan perkawinan biasanya "Berpacaran" terlebih dahulu, hal ini biasanya dianggap sebagai masa perkenalan individu, atau masa penjajakan atau dianggap sebagai perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan jenisnya.
Adanya anggapan seperti ini, kemudian melahirkan konsesus bersama antar berbagai pihak untuk
menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari berintim-intim dua insan yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh menyentuh, yang sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut syari'at Islam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk berpacaran dan berpacaran hukumnya haram.
2. Tukar Cincin
Dalam peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda ikatan, hal ini bukan dari ajaran Islam. (Lihat Adabuz-Zafat, Nashiruddin Al-Bani)
3. Menuntut Mahar Yang Tinggi
Menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak mempersulit atau mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam menyarankan agar mempermudah dan melarang menuntut mahar yang tinggi.
Adapun cerita teguran seorang wanita terhadap Umar bin Khattab yang membatasi mahar wanita, adalah cerita yang salah karena riwayat itu sangat lemah. (Lihat Irwa'ul Ghalil 6, hal. 347-348).
4. Mengikuti Upacara Adat
Ajaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari segalanya. Setiap acara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, maka wajib untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan selalu meninggikan dan menyanjung adat istiadat setempat, sehingga sunnah-sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang benar dan shahih telah mereka matikan dan padamkan.
Sungguh sangat ironis...!. Kepada mereka yang masih menuhankan adat istiadat jahiliyah dan melecehkan konsep Islam, berarti mereka belum yakin kepada Islam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?". (Al-Maaidah : 50).
Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan tata cara selain Islam, maka semuanya tidak akan diterima oleh Allah dan kelak di Akhirat mereka akan menjadi orang-orang yang merugi, sebagaimana firman Allah Ta'ala :
"Artinya : Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". (Ali-Imran : 85).
5. Mengucapkan Ucapan Selamat Ala Kaum Jahiliyah
Kaum jahiliyah selalu menggunakan kata-kata Birafa' Wal Banin, ketika mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa' Wal Banin (=semoga mempelai murah rezeki dan banyak anak) dilarang oleh Islam.
Dari Al-Hasan, bahwa 'Aqil bin Abi Thalib nikah dengan seorang wanita dari Jasyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah : Birafa' Wal Banin. 'Aqil bin Abi Thalib melarang mereka seraya berkata : "Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena Rasulullah shallallhu 'alaihi wa sallam melarang ucapan demikian". Para tamu bertanya :"Lalu apa yang harus kami ucapkan, wahai Abu Zaid ?".
'Aqil menjelaskan :
"Ucapkanlah : Barakallahu lakum wa Baraka 'Alaiykum" (= Mudah-mudahan Allah memberi kalian keberkahan dan melimpahkan atas kalian keberkahan). Demikianlah ucapan yang diperintahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam". (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Darimi 2:134, Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad 3:451, dan lain-lain).
Do'a yang biasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ucapkan kepada seorang mempelai ialah :
"Baarakallahu laka wa baarakaa 'alaiyka wa jama'a baiynakumaa fii khoir"
Do'a ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
'Artinya : Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan do'a : (Baarakallahu laka wabaraka 'alaiyka wa jama'a baiynakuma fii khoir) = Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan, Mudah-mudahan Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia mempersatukan kamu berdua dalam kebaikan". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad 2:38, Tirmidzi, Darimi 2:134, Hakim 2:183, Ibnu Majah dan Baihaqi 7:148).
6. Adanya Ikhtilath
Ikhtilath adalah bercampurnya laki-laki dan wanita hingga terjadi pandang memandang, sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan wanita. Menurut Islam antara mempelai laki-laki dan wanita harus dipisah, sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari semuanya.
7. Pelanggaran Lain
Pelanggaran-pelanggaran lain yang sering dilakukan di antaranya adalah musik yang hingar bingar.
KHATIMAH
Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman :
"Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir". (Ar-Ruum : 21).
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan
kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya
masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla'an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda "kemelut" perselisihan dan percekcokan.
Bila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an surat An-Nisaa : 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu "perceraian".
Marilah kita berupaya untuk melakasanakan perkawinan secara Islam dan membina rumah tangga yang Islami, serta kita wajib meninggalkan aturan, tata cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam.
Ajaran Islam-lah satu-satunya ajaran yang benar dan diridlai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala (Ali-Imran : 19).
"Artinya : Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan yang menyejukkan hati kami, dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertaqwa". (Al-Furqaan : 74)
Amiin.
Wallahu a'alam bish shawab.



Senin, 29 Agustus 2011

Menyatukan Idul Fitri Secara Syar’i dan Elegan

PDF Cetak E-mail
Menyatukan Idul Fitri Secara Syar’i Dalam Semangat Ukhuwah dan Persatuan Ummat
Oleh: Muhammad Zaitun Rasmin
  (Tulisan ini berangkat dari keprihatinan akan perbedaan umat Islam di Indonesia dalam melaksanakan shalat Idul Fitri, yang terjadi hampir setiap tahun)

Perbedaan hari Idul Fitri dan juga Idul Adha sangat penting untuk dicari solusinya. Sebab perbedaan hari Id di antara kaum muslimin akan mengurangi makna syiar Id sebagai hari persatuan dan solidaritas umat Islam, terutama bagi yang berada dalam satu Negara (wilayatulhukmi) atau dalam satu matla’. Berbeda dengan awal puasa yang sekalipun terjadi perbedaan hari, tidak terlalu menampakkan perbedaan diantara umat.
Simpul persoalan yang melatari perbedaan waktu shalat Idul Fitri ini adalah metode penetapan awal dan akhir Ramadhan. Yang dikenal ada dua metode: ru’yah dan hisab. Yang pertama dipegang oleh kalangan Nahdlatul Ulama (NU), sedang yang kedua dianut oleh Muhammadiyah. Ormas dan lembaga Islam lainnya umumnya terbagi pada salah satu pendapat diatas. Pemerintah sendiri berpegang pada metode pertama dengan tetap mempertimbangkan masukan dari penganut metode hisab. Karena itu pemerintah selalu mengadakan sidang itsbat (penetapan) awal dan akhir ramadhan setelah mendapatkan informasi tentang ru’yah dari berbagai tempat dan pihak yang melakukan ru’yah, serta mendengarkan pula masukan para ahli astronomi dan ormas atau pihak-pihak yang menganut metode hisab.
         
Bertahun-tahun persoalan ini tak kunjung tuntas. Pilihan maksimal sampai saat ini adalah saling menghargai pilihan masing-masing, dibarengi rasa ‘penyesalan’ menyaksikan pelaksanaan shalat Idul Fitri di hari yang berbeda. Padahal kita hidup di satu negara, bahkan satu wilayah dan kota. Kenyataan ini sangat memprihatinkan, mengingat negara-negara Islam lainnya tidak menghadapi persoalan yang sama. Malaysia misalnya, meski di sana juga terdapat ormas Muhammadiyah, tapi mereka bersatu melaksanakan idilfitri dihari yang sama dengan  pemerintah dan mayoritas penduduknya yang menganut metode ru’yah.

Memang tidak mudah mendapatkan solusi bagi masalah diatas. Terutama karena ummat telah terbiasa dengan pendapat bahwa perbedaan dalam hal-hal ibadah terutama menyangkut masalah ‘furu’iyah’ tidak perlu dipersoalkan dan diserahkan pada keyakinan masing-masing. Pemahaman ini sedikit banyaknya telah berkontribusi pada kekurang seriusan para  pemimpin ormas dan tokoh ummat dalam mencari solusi masalah tersebut. Sayangnya pihak pemerintahpun-yang seharusnya lebih berperan- kurang kuat dan tidak sungguh-sungguh dalam memecahkan masalah ini. 

Padahal masalah ini (penentuan awal dan akhir ramadhan) tidaklah sama dengan masalah-masalah furu’iyah yang umum, sebab masalah ini menyangkut ibadah jama’iyah dan syi’ar persatuan kaum muslimin, sementara yang lainnya umumnya adalah masalah yang menyangkut individu kaum muslimin sehingga perbedaan tentangnya sangat mudah difahami dan tidak mencolok. Kesulitan lain dalam mendapatkan solusinya adalah, setiap ormas merasa metode yang mereka gunakan adalah paling tepat dan syar’i. Karena itu bila ada tawaran solusi, tidak akan diterima kecuali diyakini sebagai solusi yang benar-benar mempunyai landasan syar’i yang kuat.

Dengan mempertimbangkan hal-hal diatas, penulis mencoba menawarkan solusi terhadap masalah tersebut.
Solusi ini berangkat dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

"(Waktu) puasa itu adalah ketika kalian berpuasa dan (waktu) Idul Fitri adalah ketika kalian beridul Fitri dan (waktu) Idul Adha adalah ketika kalian Beridul Adha.”

Hadits ini tidak menyinggung sama sekali tentang ru’yah atau hisab. Tapi ia menegaskan bahwa  puasa dan Idul Fitri serta Idul Adha  adalah ibadah jama’iyah (yang dilakukan secara bersama) umat Islam, sebagaimana yang dijelaskan maknanya oleh para ulama Hadist dan para fuqaha.(Shahih Imam Tirmidzi, Silsilah ash-Shahihah, Syaikh al-Albani, I/440 dan al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, II/ 9374-9375)

Karenanya, dalam sejarah Islam diketahui bahwa kaum Muslimin berpuasa atau berlebaran bukan karena masing-masing perorangan melihat bulan (ru’yah) atau dapat menghitung sendiri posisi bulan (hisab). Tapi berdasarkan pengumuman, baik lewat masjid atau dari mulut ke mulut, dan lainnya. Dalam kasus terdapat seorang muslim yang melihat bulan atau meyakini telah masuk puasa, tapi mayoritas umat tidak mengakuinya, maka maksimal yang dibolehkan baginya adalah berpuasa secara diam-diam, agar tidak mengganggu ketentraman dan persatuan umat di wilayah itu. Dengan demikian seharusnya awal puasa apalagi idulfitri dilakukan secara bersama sama oleh seluruh atau umumnya(assawadul a’dzam) kaum muslimin terutama mereka yang dalam satu negeri/Negara(wilayatulhukmi) atau dalam satu matla’.

Tujuan yang ingin dicapai oleh hadits ini begitu jelas, yakni menjaga  persatuan umat Islam dan syi’ar-syi’arnya yang merupakan kewajiban atas seluruh kaum muslimin.

Implementasinya jelas adalah dengan berpatokan pada penentuan Imam atau pemerintah kaum muslimin, seperti yang terjadi sepanjang sejarah nubuwwah dan khilafah kaum muslimin. Sebab pemerintah kaum muslimin adalah representasi dari kaum muslimin atau mayoritas mereka. Memang setelah runtuhnya khilafah dan kesultanan Islam, ada kegamangan tentang eksistensi pemerintah negeri-negeri Islam sebagai representasi ummat islam dalam urusan-urusan ibadah mereka. Itu dapat dimaklumi, tetapi pada kenyataannya kita kaum muslimin tidak mungkin melepaskan diri dari peran-peran pemerintahan mereka(dengan segala kekurangan dan keterbasannya) dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan umum atau kepentingan bersama kaum muslimin. Misalnya dalam masalah urusan nikah, cerai, wali hakim, waris dan haji.


Maka sepatutnyalah dalam masalah penentuan idilfitri, awal ramadhan dan idiladha, pemerintah kaum muslimin dapat difungsikan untuk memenuhi arahan hadits diatas. Apalagi untuk kasus pemerintah Indonesia, maka hal tersebut lebih kuat lagi.

Pertama, Pemerintah memang berkompoten dalam masalah ini, dengan adanya kementrian agama, bahkan direktorat dan bidang khusus pada kementrian tersebut yang mengurusi masalah ini.  Juga pemerintah sangat concern dalam persoalan ibadah ini melalui lembaga ru’yah dan ahli-ahli astronomi yang berpuncak pada sidang itsbat .

Kedua, Pemerintah, yang paling representative untuk mewakili umumnya atau mayoritas ummat islam Indonesia dalam masalah-masalah keummatan dalam berbagai bidang kehidupan.

Berdasarkan pada hal tersebut diatas, maka penulis menawarkan solusi dalam poin-poin berikut ini:

Pertama, seyogianya penentuan awal puasa dan Idul Fitri diserahkan kepada pemerintah, selama pemerintah itu berdaulat dan berkompeten dalam menentukan masalah tersebut, terlepas apapun metode yang dianutnya. Asas kompetensi ini sangat penting, karena ketika asas ini  absen, maka tugas itu pindah ke tangan para ulama dan tokoh umat Islam.

Kedua, setiap Muslim termasuk organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga Islam yang memiliki informasi tentang masalah ini wajib menyampaikan kepada pemerintah dan menyerahkan keputusannya pada mereka.

Ketiga, bagi muslim atau sekelompok orang atau organisasi yang telah meyakini masuknya 1 Ramadhan, tapi pemerintah—dengan alasan yang kuat—tidak menerimanya, maka menurut sebahagian ulama ia boleh berpuasa tetapi dengan diam-diam (sir). Sementara oleh sebagian ulama lainnya, mengharuskan mereka mengikuti mayoritas umat, dalam hal ini pemerintah, sebagaimana dijelaskan di atas.

Keempat, adapun jika dia meyakini telah masuk Idul Fitri tapi pemerintah tidak memperoleh informasi itu, atau punya alasan kuat untuk tidak menerima informasi itu, maka ia tidak boleh shalat Idul Fitri kecuali bersama-sama dengan mayoritas umat, dalam hal ini mengikuti pemerintah. Walau demikian, dalam kasus ini, sebagian ulama membolehkan atau mewajibkan dia untuk tidak berpuasa lagi pada hari yang ia yakini telah masuk 1 Syawal, tapi ia menunggu Idul Fitri bersama mayoritas umat. Dalilnya adalah hadits shohih yang diriwayatkan oleh imam Nasa-i dimana ada dua orang yang datang menyampaikan kepada Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wasallam- yang saat itu masih berpuasa-bahwa mereka di malam hari telah melihat bulan sabit Syawwal. Maka Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan para shahabat untuk berbuka, tetapi sholat idil fitrinya nanti pada keesokan harinya. Imam Syafii berkata bahwa barang siapa yang telah melihat bulan (meyakini telah masuk   1 syawal) maka wajib berbuka, tetapi sholat  idilfitrinya bersama  kaum muslimin.

Kelima : Sesuatu yang dipandang baik bahkan sunnah dapat ditinggalkan-sementara- demi kemaslahatan yang lebih besar atau hal yang wajib. Dalam hal ini kita mendapatkan contoh dari Rosulullah shallahu ‘alaihi wasallam, dimana beliau meninggalkan sesuatu yang beliau pandang baik tapi bukan wajib demi menjaga keutuhan umatnya. Seperti dalam hadits shohih dari Aisyah Radiayallahu ‘anha dimana beliau tidak jadi mengubah bentuk Ka’bah sesuai bentuk aslinya di zaman Ibrahim, karena mempertimbangkan kaum persatuan dan perasaan kaum Quraisy yang baru umumnya baru masuk Islam . Contoh lain adalah  Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu  salah seorang ulama shahabat  yang mengkritik khalifah Utsman radiyallahu ‘anhu dalam perkara tidak mengqoshar shalat (dhuhur,ashar dan isya) di Mina dan beliau meyakini itu bertentangan dengan sunnah. Tetapi ketika  haji , beliau (Ibnu Mas’ud) radiyallahu ‘anhu meninggalkan pendapatnya untuk tidak mengqoshar sholatnya (mengikuti pendapat sang Khalifah) demi persatuan ummat.


Keenam:  Tentang metode penetapan awal dan akhir ramadhan dapat terus didiskusikan secara ilmiyah untuk mencapai kebenaran atau kesepakatan terbaik dengan semangat husnudzzan dan saling menghormati. Maka dalam hal ini metode apapun yang menjadi dasar pemerintah dalam menetapkannya harus dihargai. Dan harus ada konsinstensi dan kelapangan dada dalam menerimanya. Jadi kalau sekarang pemerintah menganut metode ru’yah maka yang menganut hisab harus berlapang dada. Dan jika suatu saat pemerintah menganut metode hisab, maka yang menganut metode ru’yah harus berlapang dada.


Ketujuh: Pemahaman  bahwa perbedaan telah menjadi suatu keniscayaan dapat dimaklumi. Tapi jika pada perbedaan itu ada titik temu yang berlandaskan syar’i dan sejalan dengan ruh dan petunjuk Islam yang mengedepankan persatuan, maka tidak ada alasan untuk terus memelihara perbedaan  yang ada apalagi yang sangat mencolok dan tidak lumrah.

Akhirnya, teriring harapan agar ormas dan semua pihak yang telah atau akan menentukan hari Id yang berbeda dengan apa yang ditetapkan oleh pemerintah kiranya dapat menyesuaikan dengan apa yang akan ditetapkan oleh pemerintah yang merupakan representasi mayoritas umat Islam. Meski dipersilakan untuk tidak berpuasa pada hari yang telah diyakini sebagai hari Idul Fitri.

Di sisi lain, ormas dan kaum muslimin yang sejalan dengan penetapan pemerintah hendaknya pula tidak membanggakan diri. Sebaliknya, harus menghargai orang-orang atau organisasi yang sekalipun mereka tidak berpuasa lagi, tapi mau menyesuaikan shalat idnya dengan mayoritas umat dalam rangka menjaga persatuan dan ukhuwah Islamiyah.

Semoga Allah senantiasa membimbing dan mencurahkan rahmat dan berkahnya kepada kita semua.

Khutbah Idul Fitri


KHUTBAH SERAGAM IDUL FITRI 1432 H
WAHDAH ISLAMIYAH BONE
JUDUL : KEBENARAN PASTI MENANG

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَرْسَلَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْراً وَنَذِيْراً بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ مَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ رَشَدَ وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَإِنَّهُ لاَ يَضُرُّ إَلاَّ نَفْسَهُ وَلاَ يَضُرُّ اللهَ شَيْئاً .
( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ )
( يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ) 
( يأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا )
أَمَّا بَعْدُ ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ .

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, La Ilaha Illallah Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahi al-Hamdu.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Lantunan takbir, tahlil dan tahmid kembali bergempita di pagi hari bahagia ini. Pertanda kemenangan dan sukacita setelah menyelesaikan ibadah puasa beserta ibadah lainnya di bulan Ramadhan. Sekalipun di lubuk hati masih tersisa kesedihan berpisah dengan bulan suci Ramadhan yang penuh berkah, namun kesempurnaan ibadah di bulan Ramadhan patut dirayakan pada hari ini sebagaimana perintah Allah I
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ [البقرة : 185]

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” QS. al-Baqarah (02):185.
            Kesempurnaan ibadah pada bulan Ramadhan lalu juga diiringi dengan harapan yang penuh kepada Allah Rabb al-‘Izzah agar berkenan menerima segala yang telah dipersembahkan untuk-Nya berupa ibadah puasa, shalat tarawih, bacaan Alquran, zakat dan sedekah serta ibadah lainnya. Hanya pada-Nya tempat memohon dan segala harapan dipanjatkan.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahi al-Hamdu
Kaum Muslimin yang Berbahagia,
            Bulan suci Ramadhan yang baru saja berlalu ini memberikan pelajaran-pelajaran berharga bagi kita semua, kaum muslimin. Di antaranya adalah sikap optimisme menghadapi permasalahan-permasalahan bangsa, bersama keyakinan yang kuat bahwa segala ketidakbenaran yang saat ini masih dominan pasti akan tersisih. Ibadah puasa dan shalat tarawih mendidik kita untuk bersabar menghadapi beratnya cobaan yang akan berujung pada kemenangan dan kebahagiaan.
Sepanjang tahun ini, kita disuguhi peristiwa-peristiwa yang memilukan hati khususnya sebagai anak bangsa. Kasus-kasus mega korupsi tidak pernah berhenti,seperti kasus bank century, kasus mafia pajak, penggelapan dana nasabah bank, kasus Muh. Nasaruddin hingga  yang terjadi di dunia politik, seperti pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi, hingga yang terjadi di dunia pendidikan, seperti nyontek massal pada saat Ujian Nasional (UN). Kebenaran dan kebatilan yang dibolak-balik juga terjadi di bidang keagamaan, kerusuhan Cikeusik yang melibatkan jemaah Ahmadiyah dan masyarakat setempat digambarkan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Pembelaan terhadap ajaran Islam yang dinodai oleh pemahaman menyimpang seperti yang dilakukan Ahmadiyah dan Syiah justru dianggap sebagai kekeliruan karena bertentangan dengan kebebasan beragama.
Peristiwa-peristiwa ini membuat sebagian masyarakat merasa pesimis menghadapi masa depan bangsa. Bayangan buram dari kondisi ini memunculkan rasa takut terhadap kemandirian negara, generasi pengusung kebenaran sekalipun bertambah namun tidak sebanding dengan derasnya arus kemungkaran.  
Tetapi apapun yang terjadi, sifat pesimis dan ketakutan tidak boleh menenggelamkan rasa percaya dan optimisme kita semua akan tegaknya kebenaran atau membenamkan rasa yakin kita akan datangnya janji Allah I. Tegaknya nilai-nilai kejayaan dan kejujuran adalah suatu keniscayaan, kebenaran pasti akan datang dengan segala cahayanya sekuat apapun pengusung kebatilan menyembunyikannya. Optimisme adalah sifat orang beriman, kekuatan husnu zhan (prasangka baik) kepada Allah I menjadi pondasi buat membangun kepercayaan diri agar berbuat yang terbaik dan menyingkirkan bayang-bayang kemunduran.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahi al-Hamdu
Kaum Muslimin yang Berbahagia,
Sifat optimis akan tegaknya kebenaran diajarkan oleh Alquran dan sunnah Rasulullah e. Di antaranya adalah firman Allah I:
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ [الصف : 8]

“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahayaNya meskipun orang-orang kafir benci.” QS. al-Shaf (61):8
Derasnya upaya pengusung kebatilan buat memadamkan cahaya kebenaran tidak akan membuahkan hasil sedikitpun kecuali hanya pada sementara waktu. Kebenaran nampak redup ibarat lilin tertiup angin malam, terbawa ke kiri dan kanan hingga akhirnya kembali ke posisi tegaknya dengan lebih kokoh. Kesempurnaan cahaya kebenaran tidak akan terhalangi oleh kabut kegelapan seberapapun tebalnya. Allah I menguatkan orang-orang beriman dengan ayat ini agar meyakini kemenangan kebenaran dalam pertarungannya melawan kebatilan.
Pada ayat lain, Allah I berfirman:
وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ [يوسف : 21]

“Dan Allah berkuasa terhadap urusanNya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” QS. Yusuf (12):21
            Kebenaran datang dari Allah I dan Dia berjanji dalam ayat ini bahwa kebenaran pasti menang meskipun orang tidak meyakininya. Allah tidak pernah dan tidak mungkin mengingkari janjiNya. Suatu pelajaran optimisme yang kuat buat menghilangkan segala keraguan akan dominasi kebatilan atas kebenaran pada saat seperti sekarang ini.
            Dalam hadis yang dikeluarkan oleh Imam al-Thabrani disebutkan kisah Rasulullah e pada saat menggali parit dalam peristiwa Perang Ahzab atau Perang Sekutu, menghadapi tekanan kuat kaum sekutu yang dipelopori oleh Suku Quraisy dan mengepung Kota Madinah. Di tengah penggalian parit yang akan menjadi penghalang kaum sekutu untuk masuk menerjang Kota Madinah, terdapat sebongkah batu karang yang besar menghalangi kelanjutan penggalian, hingga Rasulullah e turun tangan dan berusaha memecahkan batu itu. Pada pukulan pertama, terpancar percikan sinar yang tinggi dan terdengar Rasulullah e dengan suara keras berkata: “Allahu Akbar, demi Allah (aku melihat) istana-istana Bangsa Romawi.” Dilanjutkan dengan pukulan kedua, kembali terpancar percikan sinar dan Rasulullah e berteriak: “Allahu Akbar, demi Allah (aku melihat) istana-istana bangsa Persia.” Kaum Munafik menimpali: “Ia menjanjikan kita (penaklukan) Bangsa Romawi dan Bangsa Persia padahal kita sedang berupaya mempertahankan kota ini dengan parit ?”.
            Rasulullah e menanamkan ke dalam dada para sahabat pada saat itu sifat optimisme di tengah kondisi yang mencekam mereka sebagai warga Kota Madinah dan terkepung oleh pasukan kaum sekutu. Berpandangan jauh melampaui kondisi kekinian dan obsesi yang tinggi melebihi angan-angan memberikan hembusan kuat ke dalam diri akan keyakinan tegaknya kebenaran hanya tinggal menunggu waktu.
            Kebenaran pasti menang dan kebatilan akan tersisih seperti yang digambarkan oleh Allah I di dalam Alquran, terjemahnya:
“Allah telah menurunkan air hujan dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus akan membawa buih yang mengembang. Dan dari logam yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada pula buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan bagi yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu. akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya, adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” QS. al-Ra’du (13):17
            Kebenaran memiliki kekuatan perubahan, kuatnya budaya jahiliyah di zaman dahulu berhasil diluluh-lantakkan oleh dakwah tauhid yang menjadi pondasi terkuat gerakan kebenaran. Kebenaran membawa manfaat bagi umat manusia, maka kebenaran ini akan kekal sekekal bumi dan langit. Kebenaran adalah cahaya seterang mentari, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat meredupkannya. Kebenaran datang dari Allah I, maka jangan sekali-kali ragu atau khawatir terhadapnya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahi al-Hamdu
Kaum Muslimin yang Berbahagia,
            Kebenaran akan tegak adalah suatu keniscayaan, namun dalam kehidupan dunia berlaku sunnatullah dan sunnatullah tidak mengalami perubahan. Segala yang diharapkan menang maka harus diperjuangkan, demikian pula dengan kebenaran ini, para pengusungnya mesti konsisten memperjuangkan nilai-nilainya. Sedikitnya ada dua sifat yang harus ada pada diri pengusung kebenaran, yaitu: kesungguhan dan kesabaran.
            Kesungguhan (al-jiddiyah) berarti memahami esensi kebenaran, menegakkan dan memperjuangkannya dengan penuh keseriusan. Berbuat yang benar secara jujur  meski mendapatkan rintangan atau menyampaikan nilai-nilai kebenaran sekuat-kuatnya sekalipun menemui tantangan dari orang banyak.  
            Kesabaran menjadi sifat selanjutnya yang mesti ada dalam diri pengusung kebenaran. Kesabaran berwujud pada konsistensi (istiqamah) mengamalkan kebenaran dan memperjuangkannya tanpa pernah mengenal kata putus atau mundur sekalipun cobaan mendera bertubi-tubi. Keteladanan para rasul utusan Allah I dan pengikut setia mereka (sahabat) dalam hal ini menjadi pelita. Beratnya cobaan, hingga dari orang terdekat sekalipun, tidak menyurutkan upaya setiap mereka menyampaikan risalah Ilahiyah ini dan menunjuki umatnya ke jalan yang diridhai Allah I.  
            Kedua sifat ini, kesungguhan dan kesabaran juga menjadi buah dari internalisasi (penanaman) Islam dalam diri setiap pribadi. Pembinaan pribadi (tarbiyah) yang lurus, terarah dan konsisten adalah proses penanaman nilai yang mesti diperhatikan. Kecemerlangan generasi sahabat Rasulullah e pada zaman keemasan Islam merupakan contoh hasil pembinaan yang dilakukan oleh Rasulullah e secara konsisten. Generasi sahabat y berhasil menampilkan kebenaran yang integral dalam diri setiap mereka dan dengan konsistensi memperjuangkannya akhirnya kebenaran itu tegak dan dirasakan oleh masyarakat sebagai kesejahteraan.
Kondisi ini menjadi ajakan untuk mewarnai diri dan hidup kita dengan nilai-nilai kebenaran serta memperjuangkannya sepenuh hati secara terus menerus dan tanpa putus harapan. Optimisme diwujudkan dalam bentuk upaya yang berproses tanpa henti dan upaya itu dimulai dari diri kita masing-masing.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahi al-Hamdu
            Ajakan dan seruan kepada penguasa, kami sebagai anak bangsa hanya menghendaki negara ini dikelola dengan penuh keadilan. Kebenaran dijunjung tinggi dan ditegakkan selurus-lurusnya, kebatilan diperangi dan tidak diberi tempat di tengah masyarakat. Keadilan ilahiyah yang merupakan tiang penegak kehidupan adalah jaminan kesejahteraan dan keamanan negeri. Keadilan ilahiyah ini telah pernah ditegakkan oleh pemerintah umat Islam pada zaman-zaman lampau, seperti yang dilakukan oleh ‘Umar bin ‘Abdul Azis dan Harun al-Rasyid hingga mampu memberikan kepada masyarakatnya tingkat kesejahteraan yang tinggi. Lembaran sejarah mengabadikan limpahan harta yang banyak pada zaman itu hingga tidak ada seorangpun yang mau menerima zakat dan sedekah, bahkan gudang penyimpanan bahan makanan milik negara tidak mampu menampung harta yang masuk. Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azis memerintahkan untuk menyebarkan bahan makanan itu ke segenap penjuru negeri buat dikonsumsi oleh hewan dan burung-burung yang beterbangan, seraya berseru: “Agar bangsa lain dapat menilai, tidak ada seekor burungpun yang menderita kelaparan di negeri kaum muslimin”. Kemiskinan sangat kurang dan kesejahteraan meningkat sebagai buah dari tegaknya keadilan dan kuatnya akar keimanan di tengah masyarakat.
            Nasihat kepada segenap orang tua, kami mengingatkan bahwa kebaikan dan keburukan bangsa ditentukan oleh kualitas generasi yang tumbuh di dalam rumah. Maka, jadilah orang tua yang membina anak-anaknya sebagai generasi yang saleh, mengenali Allah, Rasulullah dan agama Islam serta mencintainya dengan sepenuh hati. Peliharalah adab-adab Islam di dalam rumah tangga, segera menunaikan shalat begitu tiba waktunya, memakmurkan rumah tangga dengan bacaan Alquran dan tradisi menuntut ilmu, menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih muda. Rumah tangga adalah tempat pembinaan pertama setiap anak, maka mari menjadikan rumah tangga kita masing-masing sebagai madrasah unggulan.
Nasihat kepada kaum wanita, kemuliaan dan kehormatan seorang wanita ditentukan oleh iman dan rasa malu dalam dirinya. Agama Islam telah membimbing kaum wanita agar menjaga kemuliaannya dengan busana yang menutup aurat dan pergaulan yang sopan atas dasar rasa malu. Maka wahai kaum wanita muslimah, tutuplah aurat anda sekalian dengan jilbab dan pakaian muslimah, peliharalah rasa malu anda sekalian dengan iman dan pergaulan yang baik. Jagalah tuntunan agama Islam dalam setiap perkataan dan tingkah laku, janganlah mengumbar harga diri hingga mempermalukan orang tua, keluarga dan masyarakat. Tanamkan rasa bangga sebagai muslimah ke dalam hati dan berbuatlah yang terbaik buat umat Islam bukan seperti yang diinginkan oleh kaum feminis dengan seruan emansipasinya. Persamaan hak antara anda dan kaum lelaki di hadapan Allah adalah sebagai hamba yang diperintahkan beribadah, masing-masing sesuai kodrat dan fitrahnya. Wahai kaum wanita muslimah, jagalah shalat, banyaklah bersedekah dan hindarilah ghibah (menceritakan keburukan orang lain) serta mencela atau mengejek sesama.
            Nasihat kepada segenap generasi muda Islam, masa muda adalah waktu terbaik buat menuntut ilmu dan berkarya untuk kegemilangan hari esok. Tuntutlah ilmu yang bermanfaat setinggi-tingginya dan berbuatlah yang terbaik bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga buat bangsa, negara dan umat Islam. Manfaatkanlah waktu sebaik-baiknya dengan beribadah kepada Allah I dan jangan disia-siakan dengan bersenda gurau tanpa manfaat atau dihabiskan dengan begadang malam di tempat-tempat maksiat.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahi al-Hamdu
Kaum Muslimin yang Berbahagia,
            Menyambung ibadah dengan ibadah adalah suatu kemuliaan. Berpuasa di bulan suci Ramadhan telah berlalu, namun dianjurkan bagi setiap muslim untuk berpuasa di bulan Syawal ini sebanyak 6 hari. Sebagaimana sabda Rasulullah e:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالَ فَكَأَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ

“Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu berpuasa 6 hari pada bulan Syawal, maka seakan-akan ia telah berpuasa setahun lamanya”. HR. Muslim.
Pelaksanaannya dapat dilakukan berturut-turut atau berpisah-pisah. Bagi yang memiliki utang puasa Ramadhan, maka sebaiknya ia mengganti terlebih dahulu puasa itu, lalu berpuasa 6 hari bulan Syawal, kecuali jika waktu untuk berpuasa tidak mencukupi semuanya, maka dibolehkan berpuasa Syawal dan mengganti utang puasa Ramadhan pada bulan-bulan berikutnya.
Akhirnya, di hari yang mulia ini, marilah kita sekali lagi memuji dan bersyukur kepada Allah seraya menundukkan hati, pandangan dan wajah kita, berdo’a dan bermunajat kepada Allah I
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسوله الأمين و على آله وصحبه والتابعين،
اللَّهُمَّ إِنَّا نَحْمَدُكَ بِأَنَّكَ أَهْلٌ أَنْ تُحْمَد وَنَشْكُرُكَ بِأَنَّكَ أَهْلٌ أَنْ تُشْكَر وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ فَإِنَّكَ أَنْتَ أَهْلُ الْمَجْدِ وَالثَّناَءِ ، رَبَّناَ ظَلَمْناَ أَنْفُسَناَ ظُلْماً كَثِيْراَ وَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ فَاغْفِرْ لَناَ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْناَ إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَحِيْم
Ya Allah, Engakulah Penguasa langit dan bumi, Penguasa dunia dan akhirat, kami datang kepadaMu di hari yang penuh berkah ini mengadukan beratnya dosa yang telah kami lakukan. Kami sadar bahwa nikmat pemberianMu belumlah dapat kami syukuri dengan sebenarnya, kami mengaku kesalahan kami lebih banyak dari kebaikan kami, namun kami yakin bahwa Engkau adalah Dzat Yang Maha Pengampun, Maha Pengasih dan Penyayang, maka kami berharap kepada-Mu, Ya Allah ampunkanlah segala dosa dan kesalahan kami.
Ya Allah, Tuhan kami Yang Maha Melihat dan Maha Mendengar, hanya kepada-Mu kami adukan beratnya kondisi kami saat ini, bimbinglah kami agar selalu berjalan di jalan-Mu, mendapat kasih sayang-Mu, menggapai cinta dan ridha-Mu. Ya Allah, kami adalah makhluk dan hamba-Mu yang selalu bergantung kepada-Mu, butuh akan rahmat dan petunjuk-Mu, Ya Allah kasihilah kami, tunjukilah kami ke jalan yang lurus.
Ya Allah, kedua ayah ibu kami adalah orang yang pertama kali berjasa kepada kami, memperkenalkan kami kepada-Mu, merawat, mendidik dan membimbing kami dengan penuh kesabaran, tak jarang airmata mereka tumpah karena ulah kami, Ya Allah tak ada yang mampu kami berikan kepada mereka kecuali seuntai doa kepada-Mu untuk mengampunkan kekhilafan dan kesalahan mereka, melimpahkan kasih sayang dan rahmat kepada mereka, ampunkan mereka yang telah wafat, bimbing dan tunjukilah mereka yang masih bersama kami dan jadikanlah kami orang yang mampu berbakti kepada mereka sesuai tuntunan-Mu, Engkaulah Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan Doa.
Ya Allah, kami sadar bahwa mengatur hajat hidup orang banyak tidaklah mudah, butuh kekuatan dan kesabaran, terkadang harapan berbuat kebaikan tidaklah berbuah kebaikan di kenyataan, Ya Allah tunjukilah para pemimpin kami kepada jalan-Mu yang lurus, bimbinglah mereka agar senantiasa berbuat adil dengan syari’at-Mu, tuntunlah mereka agar lebih sayang kepada masyarakatnya dan berilah kami semua kesabaran melewati segala cobaan yang engkau timpakan kepada kami lewat mereka.
Ya Allah berkahilah negeri kami ini dan seluruh negeri kaum muslimin dengan ketaatan kepada-Mu, yang akan mengundang curahan rahmat-Mu. Lindungilah negeri kami ini dan seluruh negeri kaum muslimin dari busuknya dosa dan pengingkaran atas syari’at-Mu. Ya Allah janganlah Engkau timpakan azab atas kami karena kezaliman sebagian orang di antara kami. Berikankanlah pemimpin-pemimpin kami keyakinan dan kemampuan untuk menjalankan syari’at-Mu, yang dengannya mereka membimbing kami menuju keselamatan di dunia dan di akhirat.
Ya Allah, Dzat Yang Maha Mengabulkan Doa, terima dan kabulkanlah segala amal ibadah kami di bulan Ramadhan lalu dan berikanlah kami kekuatan untuk mempertahankan amal ibadah tersebut di bulan ini dan bulan-bulan selanjutnya. Kabulkanlah doa kami ini Ya Allah, penuhilah permintaan kami ini, kamilah hamba-Mu yang lemah, harapan kami hanya kepadaMu, Engkau Maha Mendengar, Engkaulah Penguasa satu-satunya Yang Haq, Engkaulah sebaik-baik Pemberi yang diharap.
اللَّهُمَّ رَبَّناَ لاَ تُزِغْ  قُلُوْبَناَ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَناَ وَهَبْ لَناَ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ ،
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَاْلحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .